LingkarMalang.com, Kota Malang – Ditengah ramainya lalu lalang kendaraan dan kesibukan Kota Malang dalam mengawali pagi, seorang kakek tampak menempelkan tangannya diatas bibir jembatan Setiabudi. Sementara itu getar kereta yang lewat di bawah jembatan semakin kuat. Kerasnya roda yang bergesek dengan rel baja di bawah jembatan dirasakan bak deru nafas yang memburu ketika kereta mulai berjalan meninggalkan Stasiun Kota Baru Malang.
“Kereta Api menurut saya adalah transportasi yang fenomenal. Ada rasa deg-degan ketika melihatnya mulai berjalan pelan hingga kemudian roda berjalan cepat. Seperti nafas yang tengah memburu, apalagi kita berada di tempat yang tepat,” tutur seorang kakek yang bernama Sutarno tersebut kepada LingkarMalang.com beberapa waktu lalu.
Lain Pak Sutarno, lain pula yang diungkapkan oleh Wati. Dia sengaja datang untuk duduk di jembatan tersebut pada sore hari. Terutama ketika cuaca sedang cerah-cerahnya. Selain menghilangkan penat, di tempat itu terlintas dalam benaknya adalah deretan kalimat-kalimat indah yang terinspirasi dari rel dan kereta.
“Coba rasakan, rel dan kereta itu sebenarnya kombinasi pas untuk membuat puisi. Berapa banyak puisi yang tercipta dengan tema kereta, perjalanan atau rel itu sendiri. Saya rasa itu tidak akan pernah habis,” papar gadis yang mengaku mahasiswi jurusan sastra ini.
Jembatan Setiabudi memang bukanlah tempat wisata. Tetapi bisa dibilang adalah ruang untuk berhenti, seperti tempat-tempat lain di Malang yang cukup eksotis. Tidak perlu sentuhan warna-warni yang mencolok untuk merasakan keindahannya. “Seperti kereta, biarlah berjalan dengan apa adanya,” sambung Wati mulai berpuisi.
Hampir setiap hari jembatan Setiabudi memang ramai dikunjungi banyak orang, entah itu pengendara motor yang melepaskan penat atau sekedar penasaran dengan pemandangan kereta hingga orang tua yang mencoba mengenalkan pada anaknya transportasi kereta api.
Jembatan Setiabudi memang tempat yang strategis. Sebelumnya warga hanya bisa duduk-duduk di bibir jembatan, namun awal 2017 lalu pemerintah Kota Malang menambah bangku-bangku di trotoar yang cukup lebar tersebut.
Ungkapan perasaan yang dilontarkan oleh Pak Tarno dan Wati bisa jadi adalah curahatan hati tentang keindahan yang sejati. Bukan keindahan yang dbuat-buat lantas menjadi hal yang membosankan, Malang banyak memiliki sisi romantis yang tersembunyi yang terkadang itu tidak kita sadari. (Ovan)